Blogger templates

Selasa, 18 Oktober 2022

nilai-nilai islam dan kearifan lokal dari berbagai suku diindonesia

    Indonesia memang kaya akan kebudayaan tidak hanya yang sudah diakui dunia namun masih banyak kebudayaan Indonesia  yang belum terekspos dunia. Dusun Kendal contohnya merupakan wilayah dimana jauh akan dari kata keramaian kota yang terletak di kecamatan Jatipuro kabupaten Karanganyar Jawa Tengah, meski terpelosok namun dusun ini memiliki potensi kebudayaan yang luar biasa, karena seakan kebudayaan di dusun ini terhindar dari perkembangan arus moderenisasi sehingga kebudayaan tersebut masih terjaga, hal ini justru menjadi daya tarik wisatawan yang melihat atau mengikuti acara yang masih kental akan warisan  nenek moyang.

            Bagi masyarakat dusun Kendal kebudayaan ini sudah menjadi identitas mereka. Kebudayaan ini menjadikan apem sebagai media pelaksanaan Wahyu Kliyu, Wahyu Kliyu sendiri berasal dari Bahasa Arab yaitu “yaa hayyu ya qoyyum”atau “ya qowiyu” yang artinya “yang memberi kekuatan”.Wahyu Kliyu merupakan upacara adat Jawa apeman yang dilaksanakan sebagai rasa syukur bahwa setiap tahun tanah di dusun tersebut diberi kesuburan sehingga mendapatkan polowijo, padi, buah-buahan dan lain-lainnya yang melimpah atau bisa disebut sedekah bumi.

            Dalam hal ini kebudayaan Wahyu Kliyu mempunyai nilai- nilai religi dimana di dalamnya terdapat makna yang mendalam yakni mengajarkan pemahaman terhadap hubungan Tuhan dengan manusia dan alam sekitarnya. Apem disini tidak hanya sebagai kue khas jawa namun juga sebagai simbol sakral dalam pelaksanaan tradisi Wahyu Kliyu yang sudah dilaksanakan secara turun-temurun sejak zama ki Renggo Wijoyo menjabat sebagai kepala Desa dilaksanakan habis panen setiap musim kemarau 1 tahun sekali.

            Bagi masyarakat jawa di bulan suro pada umumnya diperingati melalui berbagai adat dan budaya yang ada di sekitar masyarakat Jawa, seperti Wahyu Kliyu merupakan salah satu tradisi dari sekian banyak tradisi masyarakat jawa yang dilaksanakan pada bulan suro. Tradisi Wahyu Kliyu yang hanya terdapat  di desa Kendal merupakan sebuah tradisi asli di dusun tersebut.H

            Menurut keterangan dari pak Rakino selaku sesepuh desa kendil dahulu pernah dimana masyarakat dusun Kendal tidak lagi melaksanakan tradisi upacara Apeman atau yang disebut Wahyu Kliyu.Saat itulah terjadi gempa yang membuat tanah di dusun Kendal mengalami pembengkahan atau retakan yang sangat dalam. Sehingga masyarakat di dusun tersebut merasa panik dan ketakutan karena kejadian itu, selang 7 hari setelah kejadian itu timbul wabah penyakit dimana hampir seluruh kampung banyak yang terkena wabah tersebut, bahkan ada yang sakit paginya dan sorenya meninggal maupun sebaliknya, jadi hampir setiap hari banyak orang yang meninggal sehingga pada saat itu kepala desa yang bernama Renggo Wijoyo menyuruh warganya untuk mengukur kedalam tanah yang retak dengan menggunakan sebilah bambu yang dipangkas dengan segala kekuatan beberapa orang tersebut memegang dan memasukan bambu tersebut namun tak terjangkau karena retakan tanah itu terlalu dalem.

            Karena cara pertama tidak berhasil Ki Renggo Wijoyo mencari cara lain, ki Renggo Wijoyo menyuruh kembali salah satu warganya untuk memotong bambu dari ujung sampai pangkal bahkan daunya tidak dipangkas pelan-pelan tapi pasti bambu itu dapat menjangkau dasar tanah, dengan rasa senang warga bersama-sama menaikan keatas bambu tersebut.

            Tak disangka setelah bambu tersebut dinaikan terlihat sebuah uang logam yang berkilau diujung sebilah bambu yang seolah-olah dilem dengan menggunakan tanah liat yang berjejer diantara daun-daun bambu itu, semua yang melihatnya terheran-heran melihat dan keajaibannya tersebut.

            ki Renggo yang melihat kejadian itu lalu menyuruh warganya untuk segera mengambil uang logam untuk dicuci agar bersih, tak lama kemudian mereka berkumpul dan bermusyawarah untuk mengambil langkah selanjutnya setelah lama bermusyawarah mereka pun menyepakati untuk membawa penemuan tersebut ke Kraton Solo.

            Ki Renggo didampingi Ki Nano dan sekaligus Ki Samud bergegas pergi menghadap Punggowo Keraton, sesampainya di disana mereka disambut ramah oleh beberapa pegawai Keraton mereka pun diantarkan untuk bertemu Ki Menang. Dalam pertemuan yang lama Ki Renggo dan 2 pendampingnya bergantian  untuk menceritakan keadaan di desanya dengan adanya gempa yang disusul kejadian aneh dimana didaun bambu yang digunakan untuk mengukur kedalaman retakan tanah terdapat uang logam dan menceritakan desanya yang terkena wabah yang luar biasa.

            Setelah mendengarkan cerita dari Ki Renggo dan pendampingnya tentang keadaan yang baru terjadi di desanya, Ki Menang mengangguk-angguk lalu menyuruh mereka diam lantas Ki Menang menahan nafas panjang dan berdoa menggerakan batinnya setelah itu Ki Menang tersenyum lalu berkata “begini kisanak semua telah tertera dalam penerawanganku”, bahwa hal itu merupakan luapan dari sang pencipta yang mengingatkan kepada hambanya agar selalu bersyukur ketika mendapatkan apapun.

            Sekian lama berbincang-bincang Ki Menang mengajak Ki Renggo dan para pendampingnya untuk makan bersama sehingga bisa berpikir jernih setelah makan mereka pun melanjutkan pembicaraan tersebut, sampai akhirnya Ki Menang berkata “menurut penerawanganku kalian harus melaksanakan Wahyu Kliyu secara rutin setahun sekali tepatnya dibulan Suro tanggal 15 dan mengunakan 344 kue apem  sebagai sarana media dalam upacara tersebut”.

            Sungguh hal itu sebuah amanah yang harus dilakukan, sebelum pulang Ki Renggo dan pendampingnya mendapat pesan dari Ki Menang agar membawa pulang lagi sebagian uang logam itu sebagai tanda bahwa didesa kalian ada keajaiban agar kelak suatu saat anak cucu kalian mengerti sejarah awal mula Wahyu Kliyu ini dengan jelas dan sebagian uang logam tersebut ditinggal dikraton untuk disimpan sebagai kenangan serta catatan  bahwa ada warga dari dusun Kendal pernah menghadap dan meminta solusi atas kejadian yang pernah terjadi didesanya.

            Alasan mengapa dalam tradisi Wahyu Kliyu menggunakan apem sebagai medianya karena, istilah apem sendiri sebenarnya diambil dari bahasa Arab yaitu afuan/afuwwun, yang berarti ampunan. Sedangan dalam filosofi jawa, kue apem merupakan simbol permohonan ampun atas berbagai kesalahan. Kue apem dalam tradisi Wahyu Kliyu secara garis besar mempunyai makna filosofi yang sama di kalangan masyarakat Jawa. Simbolisme kue apem sebagai salah satu makanan khas Indonesia ini sangat menarik untuk dibahas karena memiliki banyak makna yang terkandung didalamnya.

            Dalam tradisi Wahyu Kliyu masyarakat setempat mengungkapkan adanya jumlah ampem yang harus dibuat dengan aturan yang telah ada yakni sebanyak 344, yang kemudian dimasukkan kedalam tenggok (wadah yang dibuat dari anyaman bambu) dan selanjutnya dibawa ketempat diadakannya Wahyu Kliyu.

            Adapun prosesi utama tradisi ini pada saat pelemparan apem yang harus dilempar satu persatu dan hanya boleh dilakukan oleh kaum laki-laki, dengan berdzikir mengucap “Yaa Hayyu Ya Qayyum” namun berubah menjadi “Wahyu Kliyu” karena faktor lidah orang jawa yang susah dalam mengucap bahasa arab. Apem tersebut dilempar ke wadah dimana alasnya terbuat dari daun pisang.

            Tradisi ini sebagai wujud rasa syukur masyarakat dusun Kendal kepada Tuhan yang Maha Esa. Setelah kue apem terakhir dilempar, kue tersebut ditutup dengan daun pisang kemudian didoakan untuk mengakhiri ritual pelemparan apem sebelum dapat di bawa pulang oleh masyarakat sekitar, untuk dimakan karena masyarakat sekitar jika dapat membawa manfaat seperti dapat menyembuhkan segala penyakit, dan lain-lainnya. Selain itu daun pisang yang setelah digunakan sebagai alas wadah pelemparan apem tersebut masyarakat sekitar percaya bila diberikan ke hewan ternak maka hewan itu dapat berkembang biak dengan baik.

            Acara Apeman tersebut selain dilaksanakan sebagai adat yang mana sekarang menjadi budaya sehingga tradisi ini juga sebagai catatan istimewa bagi warga Kendal. Nilai agama yang terkandung didalamnya yang mana kita sebagai manusia agar selalu bersyukur kepada sang pencipta Allah SWT atas pemberiannya.

            Tradisi ini sering dihadiri bukan hanya dari warga masyarakat Kendal saja melainkan juga warga-warga lain baik dekat maupun yang jauh, serta dihadiri perangakat desa, bapak camat dan seperangkatnya, tak ketinggalan aparat kepolisian, lebih istimewanya dihadiri oleh bapak Bupati karanganyar seperangkatnya dengan secara khusus diundang untuk memberikan tauziah sendiri tanpa perwakilan.

            Tak lupa bapak bupati juga membagikan sembako untuk anank-anak yatim piatu serta warga-warganya yang kurang mampu, sekarang Wahyu Kliyu bisa dikatakan sebagai acara adat Desa Kendal, bukan hanya sebagai acara adat melainkan juga sebagai ivent penting  sebagai deretan cagar budaya yang perlu dilestarikan sampai kapan pun.

I. Kesimpulan

            Tradisi Wahyu Kliyu merupakan tradisi Islam Jawa yang dilaksanakan setiap bulan suro tanggal 15, dimana waktu pelaksanaannya ditengah malem, prosesi ini dimulai  dengan melemparkan apem berjumlah 344 sembari berdzikir mengucapkan “Wahyu Kliyu” yang sebenarnya berasal dari kata arab yakni“Yaa Hayyu Ya Qayyum” (meminta kehidupan dan kekuatan kepada Allah), secara berulang-ulang setiap melempar apem  kewadah yang sudah disiapkan. Alasan mengapa dilaksanakan ditengah malam karena bukan hanya prosesi pelemparan sembari berdzikir namun terdapat pula prosesi dimana apem yang telah habis dilemparkan oleh masyarakat akan didoakan karena itulah pelaksanaannya pada waktu malam agar lebih khusyuk saat berdoa.

            Setelah didoakan apem tersebut akan dibawa pulang masyarakat untuk dikonsumsi karena mereka percaya apem tersebut akan membawa kebaikan, mengapa dalam pelaksanaan Wahyu Kliyu menggunakan apem sebagai media perantaranya karena asal mu asal apem sendiri berasal dari bahasa Arab yaitu “afuan” atau “afuwwun” yang berarti pengampunan, karena itulah apem selalu digunakan pada saat tradisi-tradisi jawa sebagai symbol pengampunan kepada Allah SWT.

            Dalam tradisi ini bukan hanya sekedar adat namun juga memiliki nilai-nilai islam, karena dalam tradisi ini mempunyai makna sebagai pengingat umat islam akan adanya tuhan yang memberi kehidupan dan mengajarkan agar selalu bersyukur atas semua pemberiannya.

Selasa, 11 Oktober 2022

sejarah kerajaan islam indonesia,ski

 Kerajaan Islam di Indonesia (Nusantara) dan Sejarahnya – Menurut berbagai sumber sejarah, agama Islam masuk pertama kalinya ke nusantara sekitar abad ke 6 Masehi. Saat kerajaan-kerajaan Islam masuk ke tanah air pada abad ke 13, berbagai kerajaan Hindu Budha juga telah mengakhiri masa kejayaannya.

Kerajaan Islam di Indonesia yang berkembang saat itu turut menjadi bagian terbentuknya berbagai kebudayaan di Indonesia. Kemudian, salah satu faktor yang menjadikan kerajaan-kerajaan Islam makin berjaya beberapa abad yang lalu ialah karena dipengaruhi oleh adanya jalur perdagangan yang berasal dari Timur Tengah, India, dan negara lainnya.

Sejarah Kerajaan Islam di Indonesia Nusantara

Semakin berkembangnya kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia sekitar abad ke 13 juga didukung oleh faktor lalu lintas perdagangan laut nusantara saat itu. Banyak pedagang-pedagang Islam dari berbagai penjuru dunia seperti dari Arab, Persia, India hingga Tiongkok masuk ke nusantara.

Para pedagang-pedagang Islam ini pun akhirnya berbaur dengan masyarakat Indonesia. Semakin tersebarnya agama Islam di tanah air melalui perdagangan ini pun turut membawa banyak perubahan dari sisi budaya hingga sisi pemerintahan nusantara saat itu.

Munculnya berbagai kerajaan-kerajaan bercorak Islam yang tersebar di nusantara menjadi pertanda awal terjadinya perubahan sistem pemerintahan dan budaya di Indonesia. Keterlibatan kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia juga turut berperan dalam tersebarnya agama Islam hingga ke seluruh penjuru tanah air.

Dalam memahami sejarah dari kerajaan Islam yang ada di Nusantara, kamu dapat membaca buku Mengenal Kerajaan Islam Nusantara yang ada 

Kerajaan Islam Pertama di Indonesia

Kerajaan Samudera Pasai merupakan kerajaan Islam pertama di Indonesia yang berlokasi di Aceh

Beberapa kerajaan Islam tertua di tanah air yang menjadi bukti jejak peninggalan Islam dan masih bisa disaksikan hingga hari ini di antaranya ialah Kerajaan Perlak (840-1292), Kerajaan Ternate (1257), Kerajaan Samudera Pasai (1267-1521), Kerajaan Gowa (1300-1945), Kesultanan Malaka (1405-1511), Kerajaan Islam Cirebon (1430-1677), Kerajaan Demak 1478-1554), Kerajaan Islam Banten (1526-1813), Kerajaan Pajang (1568-1586), dan Kerajaan Mataram Islam (1588-1680).

Sebagai kerajaan Islam pertama, Kesutanan Samudra Pasai seringkali dikagumi oleh berbagai orang. Salah satunya adalah penjelajah dunia asal Italia Marco Polo yang dapat kamu baca pada buku Mneyusuri Kota Jejak Kejayaan Islam.

 bawah ini, karena berisi pengenalan tentang berbagai kerajaan Islam di Nusantara pada zamannya.

Kerajaan Islam di Jawa

1. Kerajaan Demak

Kerajaan Demak merupakan kerajaan Islam pertama yang terdapat di pulau Jawa. Kerajaan ini didirikan oleh Raden Patah di tahun 1478. Kerajaan Demak berkembang sebagai pusat perdagangan sekaligus pusat penyebaran agama Islam kala itu. Penyebaran Islam saat itu sangat dipengaruh oleh jasa para wali baik di pulau Jawa maupun yang berada di luar pulau Jawa seperti Maluku hingga ke wilayah Kalimantan Timur.

Kerajaan Islam di Jawa

1. Kerajaan Demak

Kerajaan Demak merupakan kerajaan Islam pertama yang terdapat di pulau Jawa. Kerajaan ini didirikan oleh Raden Patah di tahun 1478. Kerajaan Demak berkembang sebagai pusat perdagangan sekaligus pusat penyebaran agama Islam kala itu. Penyebaran Islam saat itu sangat dipengaruh oleh jasa para wali baik di pulau Jawa maupun yang berada di luar pulau Jawa seperti Maluku hingga ke wilayah Kalimantan Timur.

Di masa pemerintahan Raden Patah, kerajaan Demak mendirikan masjid yang kala itu juga dibantu oleh para wali ataupun sunan. Kemudian, kebudayaan yang berkembang di kerajaan Demak juga mendapat dukungan dari para wali terutama dari Sunan Kalijaga. Kehidupan masyarakat di sekitaran Kerajaan Demak juga telah diatur oleh aturan-aturan Islam tapi tetap tak meninggalkan tradisi lama mereka.

Pada masa kerajaan Islam di Jawa, terjadinya transformasi politik serta religius dari kerajaan Hindu-Buddha menuju kerajaan Islam di Jawa dan hal ini dapat kamu baca pada buku Genealogi Kerajaan Islam Di Jawa oleh P. Mardiyono yang ada di bawah ini

2. Kerajaan Banten

Kerajaan Islam di Indonesia berikutnya adalah Banten yang berada di ujung pulau Jawa yaitu daerah Banten. Tanda penyebaran Islam di wilayah ini bermula ketika Fatahillah merebut Banten dan mulai melakukan penyebaran Islam. Islam tersebar dengan baik saat itu karena dipengaruhi oleh banyaknya pedagang-pedagang asing seperti dari Gujarat, Persia, Turki, dan lain sebagainya. Masjid Agung Banten menjadi salah satu hasil peninggalan Islam yang dibangun sekitar abad ke 16 Masehi.

3. Kesultanan Cirebon

Kesultanan Cirebon masuk sebagai kesultanan Islam ternama di wilayah Jawa Barat sekitar abad ke 15 dan 16 masehi. Wilayah Cirebon juga masuk dalam area strategis jalur perdagangan antar pulau.

Kerajaan ini didirikan oleh Sunan Gunung Jati. Sebelum mendirikan kerajaan Cirebon, Sunan Gunung Jati menyebarkan Islam terlebih dahulu di Tanah Pasundan. Beliau juga berkelana ke Mekkah dan Pasai. Sunan Gunung Jati juga berhasil menghapus kekuasaan kerajaan Padjajaran yang saat itu masih bercorak Hindu.

Kerajaan Islam di Maluku

1. Kerajaan Jailolo

Kerajaan Jailolo terletak di bagian pesisir utara pulau Seram dan sebagian Halmahera. Kerajaan ini termasuk ke dalam kerajaan tertua di wilayah Maluku. Menurut sejarah kerajaan Jailolo berdiri sejak tahun 1321 dan mulai masuk Islam setelah kedatangan mubaligh dari Malaka.

2. Kerajaan Ternate

Menurut sejarah kerajaan Ternate telah berdiri sekitar abad ke 13 Masehi. Kerajaan ini berada di Maluku Utara dan beribukotakan di Simpalu. Penyebaran Islam di kerajaan Ternate dipengaruhi oleh ulama-ulama dari Jawa, Arab dan Melayu.

Kemudian, kerajaan ini pun resmi memeluk Islam setelah raja Zainal Abidin belajar tentang Islam dari Sunan Giri pada tahun 1486 Masehi. Sebagai pusat perdagangan rempah-rempah, maka banyak pedagang dari berbagai penjuru dunia yang singgah di wilayah Ternate.

3. Kerajaan Tidore

Kerajaan ini terletak di sebagian pulau Halmahera dan sebagian lagi di pulau Seram. Kerajaan Tidore memeluk Islam sekitar abad ke 15 Masehi. Cirali Lijitu merupakan sultan Tidore yang pertama kali memeluk agama Islam dan memiliki gelar Sultan Jamaludin.

Sultan Jamaludin memeluk Islam berkat seorang mubaligh bernama Syekh Mansyur. Kerajaan ini sendiri terkenal karena ekonomi perdagangan di sektor rempah-rempah. Menurut sumber sejarah, kerajaan Tidore kala itu memiliki persekutuan yang disebut dengan Ulisiwa yang terdiri atas wilayah Halmahera, Makyan, Kai, Jailolo serta pulau-pulau lainnya di wilayah sebelah timur Maluku.

4. Kerajaan Bacan

Kekuasaan kerajaan Bacan telah meliputi seluruh kepulauan Bacan, Obi, Waigeo, Solawati hingga di wilayah Irian Barat. Penyebaran agama Islam di kerajaan Bacan ini sendiri bermula ketika seorang Mubalig dari kerajaan Islam Maluku lainnya datang dan mulai menyebarkan Islam.

Adapun raja pertama dari kerajaan Bacan ini bernama Zainal Abidin. Ketika memimpin Kerajaan Bacan, Zainal Abidin pun mulai menerapkan ajaran dan aturan-aturan Islam di wilayah Kerajaan BacanLoaded1.03%

Kerajaan Islam di Sulawesi

1. Kesultanan Buton

Kerajaan Kesultanan Buton merupakan kerajaan Islam yang terletak di Sulawesi Tenggara. Menurut sejarah, kerajaan ini telah lama berdiri bahkan sebelum agama Islam masuk ke wilayah Sulawesi. Kerajaan ini muncul pada awal ke 14 Masehi.

Kerajaan Kesultanan Buton ini sendiri awalnya memiliki corak agama Hindu Budha, akan tetapi seiring semakin berkembangnya agama Islam di wilayah Sulawesi, kerajaan ini pun kemudian berubah menjadi kerajaan bercorak Islam.

Kerajaan Buton menguasai banyak wilayah di kepulauan Buton termasuk di kawasan perairannya. Nama Buton memang sudah terkenal sejak zaman Majapahit. Bahkan dalam kitab Negarakertagama dan dalam Sumpah Palapa dari Gajah Mada, nama Buton sering sekali disebutkan. Hingga hari ini Kesultanan Buton tetap masih ada dan menjadi tempat yang sering dikunjungi oleh banyak pelancong.

2. Kesultanan Banggai

Kerajaan Islam di wilayah Sulawesi selanjutnya ialah kerajaan Banggai. Kerajaan Banggai ini terletak di wilayah Semenanjung Timur pulau Sulawesi dan Kepulauan Banggai. Kesultanan Banggai telah lama berdiri yaitu sekitar abad ke 16 Masehi.

Hingga hari, Kerajaan Banggai masih tetap eksis dan selalu didatangi banyak pengunjung. Sebenarnya, Kerajaan ini juga pernah mengalami masa-masa keterpurukan akibat kalah dari kerajaan Majapahit. Namun, setelah keruntuhan kerajaan Majapahit, Kerajaan Banggai kembali bangkit dan menjadi kerajaan independen kembali serta telah bercorak Islam.

1. Kerajaan Gowa Tallo

Sesuai namanya, Kerajaan Gowa Tallo sebenarnya memang terdiri atas dua kerajaan yang menjalin persatuan atau persekutuan. Persatuan dua kerajaan besar di wilayah Sulawesi ini kemudian memberikan dampak yang begitu besar.

Kerajaan Gowa sendiri menguasai wilayah dataran tinggi, adapun untuk wilayah Tallo menguasai daratan pesisir. Pengaruh yang cukup kuat menjadikan dua persekutuan kerajaan ini sebagai kerajaan yang sangat berpengaruh pada jalur perdagangan di wilayah timur tanah air.  Sejarah juga menyebutkan jika kerajaan Gowa Tallo ini telah berdiri sejak sebelum Islam masuk ke wilayah Sulawesi atau lebih tepatnya sekitar tahun 13 Masehi.

Kerajaan ini akhirnya bergabung menjadi bagian dari NKRI pada tahun 1946 dengan Andi Ijo Daeng Mattawang Karaeng Lalolang Sultan Muhammad Abdul Kadir Aidudin sebagai raja terakhirnya.

2. Kerajaan Bone

Bila dibandingkan dengan kerajaan-kerajaan Islam lainnya di wilayah Sulawesi, kerajaan Bone termasuk kerajaan yang cukup kecil. Karena posisinya sebagai kerajaan kecil maka saat itu kerajaan Bone sangat dipengaruhi oleh Kerajaan Gowa dan Tallo.

Kekuatan kerajaan Gowa Tallo memang sangat besar pada setiap kerajaan-kerajaan kecil kala itu. Oleh sebab itu, karena pengaruh dari kerajaan Gowa Tallo ini maka kerajaan Bone pun akhirnya menjadikan kerajaannya sebagai kerajaan yang bercorak Islam.

Agama Islam ini sendiri masuk ke kerajaan Bone pada masa pemerintahan Raja Bone XI atau sekitar tahun 1611 Masehi. Setelah itu, agama Islam pun makin tersebar karena dapat diterima dengan baik oleh masyarakat di wilayah kekuasaan kerajaan Bone.

3. Kerajaan Konawe

Kerajaan Konawe berada di wilayah Sulawesi Tenggara. Sebelum bercorak Islam, kerajaan ini awal mulanya merupakan kerajaan bercorak Hindu. Akan tetapi, seiring berkembangnya agama Islam di Konawe, sekitar tahun 18 Masehi, kerajaan Konawe pun secara perlahan mulai mengalami perubahan sistem pemerintahan dan pada akhirnya juga masuk menjadi bagian Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Beberapa kerajaan yang telah disebutkan di atas merupakan sejumlah kerajaan Islam yang paling Berjaya di wilayah Sulawesi di masa lalu. Meskipun beberapa di antaranya ada yang telah runtuh akan tetapi beberapa kerajaan juga telah menjadi peninggalan budaya yang patut untuk tetap dijaga.

Sejumlah kerajaan Islam di wilayah Sulawesi ini menjadi bukti yang kuat bahwa pengaruh Islam di Sulawesi memang sangat berkembang dengan pesat. Ketika beberapa kerajaan masih memegang corak Hindu Budha, secara pelan tapi pasti, penyebaran agama Islam di Sulawesi mengambil alih corak Hindu Budha menjadi kerajaan yang bercorak Islam.

Kerajaan Islam di Nusa Tenggara Barat & Timur

1. Kesultanan Bima

Kesultanan ini didirikan pada tanggal 7 Februari 1621 Masehi. Masuknya Islam di kerajaan Bima diawali ketika pada tahun 1540 Masehi para mubalig dan pedagang dari Kesultanan Demak datang dan menyebarkan Islam.

Penyebaran Islam terus berlanjut dan diteruskan oleh Sultan Alauddin sekitar tahun 1619. Beliau mengirimkan para mubalig dari Kesultanan Luwu, Kerajaan Tallo dan Kerajaan Bone.

2. Kesultanan Sumbawa

Menurut Zolinger, sebelum masuk ke pulau Lombok, Islam terlebih dahulu masuk ke pulau Sumbawa yaitu sekitar tahun 1450-1540. Ajaran Islam dibawa langsung oleh para pedagang Islam dari Jawa dan Sumatera.

Runtuhnya kekuasaan Majapahit menjadikan banyak kerajaan kecil di wilayah pulau Sumbawa menjadi merdeka. Kondisi semakin memudahkan masuknya agama Islam di lingkungan kesultanan Sumbawa. Sekitar tahun 16 Masehi, Sunan Prapen yang merupakan keturunan Sunan Giri masuk ke pulau Sumbawa dan menyebarkan Islam ke kerajaan-kerajaan bercorak Hindu.

3. Kerajaan Dompu

Kerajaan Dompu terletak di wilayah Kabupaten Dompu saat ini. Kerajaan ini berada di wilayah Kabupaten Bima dan Kabupaten Sumbawa. Mayoritas penduduk setempat kini telah memeluk agama Islam dengan tradisi dan budaya Islam.

Keturunan raja atau dikenal dengan istilah Bangsawan Dompu hingga kini masih tetap ada. Mereka sering dipanggil dengan sebutan Ruma ataupun Dae. Istana Dompu yang menjadi simbol kekuasaan zaman dahulu kala kini telah diubah menjadi Masjid Raya Dompu.

Kerajaan Islam di Kalimantan

1. Kerajaan Selimbau

Kerajaan Islam pertama di wilayah Kalimantan ialah Kerajaan Selimbau. Kerajaan ini terletak di wilayah kecamatan Selimbau, Kabupaten Kapuas Hulu, Provinsi Kalimantan Barat. Sebelum memeluk Islam, kerajaan Selimbau menjadi kerajaan Hindu tertua di Kalimantan Barat.

Selama bertahun-tahun, Kerajaan Selimbau diperintah dengan garis turun temurun yang berjumlah 25 generasi. Mulai dari raja-raja yang beragama Hindu hingga sampai pada masa pemerintahan Kerajaan bercorak Islam.

2. Kerajaan Mempawah

Kerajaan ini merupakan kerajaan Islam yang berlokasi sekitar wilayah Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat. Nama Mempawah ini sendiri diambil dari istilah Mempauh yang berarti nama pohon yang tumbuh di hulu sungai yang kemudian dikenal dengan sebutan Sungai Mempawah.

Di masa perkembangannya, pemerintahaan kerajaan dibagi menjadi dua periode yang pertama ialah masa kerajaan Suku Dayak yang bercorak Hindu lalu masa Kesultanan yang bercorak Islam.

3. Kerajaan Tanjungpura

Salah satu kerajaan tertua di Kalimantan Barat ialah Kerajaan Tanjungpura atau sering juga disebut dengan Tanjompura. Kerajaan ini telah mengalami beberapa kali perpindahan ibu kota kerajaan.

Awalnya ibu kota kerajaan terletak di Negeri Baru atau di Kabupaten Ketapang saat ini, setelah itu berpindah lagi ke wilayah Sukadana yang menjadi Kabupaten Kayong Utara. Kemudian, di abad ke 15 Masehi berubah nama menjadi Kerajaan Matan ketika Rajanya Sorgi atau Giri Kesuma masuk Islam.

4. Kerajaan Landak

Kerajaan Landak atau dikenal juga dengan Kerajaan Ismahayana landak ialah sebuah kerajaan yang berada di Kabupaten Landak, Kalimantan Barat. Kerajaan Landak ini sendiri memiliki kronik sejarah yang cukup panjang. Beberapa sumber tertulis mengenai kerajaan ini memang cukup terbatas.

Namun, berbagai bukti arkeologis berupa bangunan istana kerajaan atau keraton hingga berbagai atribut-atribut kerajaan yang masih bisa dilihat hingga saat ini menjadi bukti eksisnya kerajaan ini. Menurut sejarah kerajaan Landak ini juga terbagi menjadi dua fase yang bertema ialah masa kerajaan bercorak Hindu dan kemudian menjadi kerajaan bercorak Islam yang telah dimulai sekitar tahun 1257 M.

5. Kerajaan Tayan

Kerajaan Islam ini terletak di kecamatan Tayan Hilir, Kabupaten Tayan, Provinsi Kapuas Raya. Pendiri dari kerajaan Tayan ialah Putra Brawijaya yang berasal dari Kerajaan Majapahit. Beliau bernama Gusti Likar atau sering juga disebut dengan Lekar.

Gusti Lekar ini sendiri merupakan anak kedua dari Panembahan Dikiri yang merupakan Raja Matan. Anak pertama dari Panembahan Dikiri bernama Duli Maulana Sultan Muhammad Syarifuidin yang kemudian menggantikan ayahnya sebagai Raja Matan.

Sultan Muhammad Syarifudin ini sendiri merupakan Raja pertama yang masuk Islam berkat jasa tuan Syech Syamsuddin. Beliau kemudian mendapatkan hadiah berupa sebuah Qur’an kecil serta sebentuk cincin bermata jamrud merah yang didapatkan langsung dari Raja Mekkah.

6. Kesultanan Paser

Sebelumnya Kesultanan Paser disebut sebagai Kerajaan Sadurangas yang merupakan sebuah kerajaan yang berdiri sekitar tahun 1516. Saat itu kerajaan dipimpin oleh seorang Ratu yang bernama Putri Di Dalam Petung.

Sebelum Ratu menikah dengan Abu Mansyur Indra Jaya, Putri Petong masih menganut ajaran animisme atau kepercayaan menyembah roh-roh halus. Lewat jalur perkawinan antara Ratu Petong dan Abu Mansyur Indra Jaya, Kesultanan Panser mulai memeluk Islam. Selain itu, jalur perdagangan yang berasal dari berbagai pedagang muslim juga berperan besar tersiarnya agama Islam di Kesultanan Paser.